Gelar dan IPK Tinggi, Susah Dapat Kerja. Kok Bisa ?

Mungkin…

Anda pernah mendengar cerita seperti ini :

Ada seorang wanita yang sering banget disakiti oleh pria, sampai akhirnya ia membuat kesimpulan bahwa semua pria itu sama saja.

Gak ada yang baik (ia lupa, padahal bapaknya juga pria).

Tiap kali ia menjalin hubungan dengan seorang pria, ia selalu saja mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan.

Diselingkuhin lah, ditinggal tanpa alasan…

 

Nah, kalau wanita itu akhinya membuat suatu kesimpulan yang menyatakan dirinya adalah wanita yang selalu disakiti dan ia tidak akan mungkin menemukan pria yang baik di muka bumi ini, maka yang terjadi adalah ia akan diarahkan menemukan pria pria yang tidak baik, meskipun sebenarnya ia tidak menginginkannya.

Pria pria baik yang mendekatinya malah justru ia tolak mentah mentah. Namun, jika kita lihat lebih jauh di pikiran bawah sadarnya, sebetulnya wanita ini justru menginginkan untuk selalu bertemu dengan pria pria yang tidak baik itu.

Yang perlu kita perjelas lagi adalah, semua kejadian itu akan terus terjadi dan membuat pola kehidupan yang akan terulang.

Sampai kapan?

Sampai kita menyadari bahwa kita memiliki pola itu. Inilah yang disebut Pola Hidup Yang Terus Berulang.

Kuncinya adalah ada di kesadaran. Tanpa adanya kesadaran, mustahil kita bisa menghentikan pola yang tidak memberdayakan itu.

 

Atau cerita yang lain. Mungkin dulu Anda pernah membaca kisah tragis dari seorang anak muda tanah air yang bernama Ryan Tumiwa.

Ryan sempat membuat geger Indonesia karena mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk melegalkan dan mengizinkan dirinya melakukan bunuh diri dengan cara suntik mati.

Si Ryan ini rupanya sudah putus asa. Ia seorang pengangguran dan terhimpit masalah ekonomi.

Padahal Ryan adalah lulusan Universitas Indonesia dan memegang gelar Magister Ekonomi. IPK nya pun sangat memuaskan.

Jika dilihat dari gelar dan IPK nya, jelas dia adalah orang yang pintar dan terpelajar.

Dia akan mudah mendapatkan pekerjaan.

Tapi ternyata tidak juga.

 

Lalu kemanakah semua “label label kualitas” itu (lulusan Universitas Indonesia, gelar Magister Ekonomi, dan IPK yang memuaskan).

Nah, itulah yang jadi tanda tanya besar.

Apakah tidak ada satu perusahaan pun yang mau menerimanya sebagai karyawan?

Jika memang tidak ada, apakah ia tidak berusaha untuk berwirausaha?

Padahal ia memiliki semua ilmu yang ia butuhkan. Sekali lagi, kemanakah “label label kualitas” itu?

Lalu apa juga artinya untuk hidup Ryan?

 

Nah, melihat apa yang terjadi dengan Ryan, seharusnya kita sadar, bahwa ternyata label label yang kita anggap berkualitas itu, yang kita anggap akan bisa menyelamatkan hidup kita itu, tidak akan berarti apa apa, jika kita tidak memiliki Self-Image atau cara pandang yang tidak memberdayakan terhadap diri kita sendiri.

Satu hal yang mesti kita ingat adalah, awal dari terwujudnya apapun yang kita inginkan ialah tergantung dari seperti apa Self-Image yang kita miliki. Tentu saja hal ini menjadi suatu kebutuhan mendesak untuk kita benahi jika kita menginginkan perubahan positif dalam hidup kita.

 

“Sampai kau mengubah apa yang ada di pikiran bawah sadarmu menjadi sadar, maka ia akan terus menyetir kehidupanmu, dan kau akan menyebutnya sebagai TAKDIR”

Itulah yang pernah diucapkan oleh salah satu tokoh psikologi bernama Carl Gustav Jung, yang paling mewakili tentang betapa dahsyatnya peran BELIEFS (keyakinan) yang ada di pikiran bawah sadar kita. Sampai sampai, beliefs mampu menggambarkan takdir seseorang di masa depan.

Selain itu, keyakinan juga mampu menggerakkan kita menuju kemanapun yang ia mau secara otomatis, menuju suatu takdir yang telah tergambar jelas di pikiran bawah sadar kita, tanpa perlu persetujuan dari kita. Baik itu menuju keberlimpahan atau kekurangan.

Mengerikan? Ya. Dan semua itu berjalan secara otomatis alias AUTO-PILOT.

Nah yang jadi pertanyaan, apakah beliefs tidak bisa diubah?

Jawabannya BISA!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *